Pengaruh
prinsip-prinsip keimanan dalam beragama ternyata begitu mengakar kuat dalam
manajemen-manajemen peurubahan. Prinsip-prinsip itu menekankan pentingnya “believe” (percaya) untuk mampu melihat perubahan.
Perubahan dalam banyak hal tidak mudah dibaca secara kasat mata. Sebagian besar
melihat tapi yang lain tidak, sedangkan yang melihat saja belum tentu bergerak
jika tidak percaya akan apa yang dilihatnya.
Dalam
melakukan suatu perubahan jika pemimpinnya dapat dipercaya, tidak bias,
berkarakter, punya keahlain khusus yang dihormati , dan menjalankan semua yang
diucapkan maka bisa membangkitkan kepercayaan. Tetapi tidak begitu saja semua
orang bisa percaya dengan mudah. Sebagian orang lain lebih percaya kepada
pemimpin yang lebih lain dan sebagian lagi sangat kritis, percaya jika melihat
bukti-bukti. Bukti bahwa perubahan itu baik adanya, pemimpin itu benar-benar
tulus dan mempunyai, atau bukti-bukti bahwa perubahan yang dicanangkan berada
pada “trek” yang benar. Artinya manusia butuh sesuatu yang konkret. “Seeing is believing” . Dengan begitu
kita melihat ada sebuah “loop” antara melihat dan percaya.
BELIEVING
= COMMITTING
Kita semua dapat berasil jika semua
orang komit. Komitmen mendorong kepercayaan dan semangat bekerja. Tanpa ada
komitmen tidak ada pergerakkan menuju perbaikan. Prinsip seperti ini hanya
berlaku pada masyarakat altruistik , yaitu dengan masyarakat kerelaan berkorban
yang besar, dengan nilai-nilai sosial yang kuat. Orang berani berkorban karena
percaya pada orang-orang lain, bahwa merekapun berani berkorban.
Kalau kepercayaan perusahaan sangat
kuat ke dalam, dan masyarakat ini sudah terbiasa mengalami pasang surut, dengan
pemimpin yang dipercayainnya maka komitmen akan mudah diraih.
Masyarakat selfish, yaitu masyarakat yang mengedepankan tuntutan
diri/kelompoknya masing-masing. Masyarakat ini cenderung penuh kecurigaan dan
selalu dibayang-bayangi rasa takut kehilangan. Dalam masyarakat seperti ini sulit
diperoleh komitmen secara cuma-cuma. Dengan kata lain, masyarakat tipe ini
membutuhkan “reward” di muka, berupa
bukti-bukti yang dapat mereka lihat, sebelum memberikan komitmennya. Dalam
masyarakat ini, perubahan lebih sulit dilakukan karena mereka baru mau berubah
jika ada bukti-bukti.
Dalam masyarakat yang pluralistik semakin
dibutuhkan bukti-bukti yang dapat dilihat untuk meyakinkan perubahan. Bahkan
dalam masyarakat altruistik sekalipun, komitmen harus dapat dibangkitkan oleh
orang-orang yang bisa memvisualkan perubahan-perubahan yang terjadi dengan
lebih mudah diterima. Manusia memerlukan sesuatu yang konkret seperti
pendekatan visual, diagram, story
telling, dan sebagainya.
Anda
Adalah Apa Yang Anda Percayai
Selain pandangan (belief) tentang komitmen, keberhasilan
perubahan juga ditandai oleh kepercayaan-kepercayaan lain yang melekat pada
setiap individu. McLagan (2002) membedakan antara “old belief” (pandangan atau kepercayaan lama) dengan “new belief” (pandangan kepercayaan baru)
yang berlaku manajemen perubahan. Untuk mendorong perubahan diperlukan
pandangan-pandangan atau kepercayaan baru.
Tugas eksekutif atau pemimpin untuk
mengubah “old belief” menjadi “new belief”.
“Old Belief” dan
“New Belief” dalam menciptakan
perubahan:
·
Keadaan yang normal. Pandangan lama yang
menyatakan normal itu adalah yang stabil. Dalam situasi yang stabil, segala
sesuatu dapat diramalkan dan manusia bergerak secara linear. Di era baru ini
dunia sudah tidak mengenal lagi istilah stabilitas. Informasi bergerak bebas,
sulit dikendalikan. Bukan hanya manusia dan barang yang berpindah secara cepat,
melainkan juga uang dan kekuasaan. Jadi yang disebut “normal” dalam era ini
bukanlah stabil terus, melainkan juga suasana yang berubah. Kadang bergerak ke
atas, lalu tiba-tiba turun lagi dalam waktu yang relatif cepat.
·
Resisten terhadap perubahan. Seperti
komputer otak manusia sudah terprogram untuk melakukan hal-hal yang rutin dari
waktu ke waktu. Kalau sesuatu diubah atau diambil tanpa sepengetahuannya,
manusia bisa mengalami suasana-suasana
negatif dan emosional. Perasaan-perasaan ini dapat menghambat penerimaan,
bahkan dapat menyabotase perubahan.
Dibutuhkan
pandangan-pandangan baru yang melihat “resisten” sebagai sesuatu yang berbeda.
Dalam pandangan baru itu, manusia sesungguhnya bisa disadarkan dan bisa diajak
berubah, sepanjang kesadran itu datang dari dirinya.
·
Waktu untuk berubah. Pandangan-pandangan
lama mengatakan kita harus menunggu sampai perubahan benar-benar tampak di depan
mata, baru berubah (reative change). Selain
itu perubahan harus dilakukan sesuai rencan. Artinya kita baru bergerak kalau
sudah direncanakan. Menurut pandangan baru, perubahan telah terjadi sebelum
direncanakan dan dikendalikan. Semua pihak bereaksi sendiri-sendiri, bahkan
sebelum perubahan itu dikristalisasikan dan dapat dibaca secara resmi.
·
Gerakan perubahan. Pada waktu lingkungan
bersifat ramah, pemerintah begitu kuat, independent
variables cenderung terkendali. Pada masa itu, arah perubahan relatif dapat
diduga karena dia bergerak secara linear. Dewasa ini, situasi telah berubah.
Pemerintah sudah tidak sekuat dulu lagi, kekuasaan telah terdesentralisasi,
pengawasan-pengawasan dari publik begitu kuat, dan persaingan terbuka lebar.
Dalam playing field yang demikian, independent variables menjadi sangat
luas dan bergerak liar. Maka arah perubahan tidak lagi linear melainkan sirkuler, berputar-putar
membentuk siklus.
Orang
yang berpandangan lama maka akan mengalami kesulitan memahami perubahan dewasa
ini. Cara terbaik bagi mereka tentu saja adalah menggunakan cara berfikir yang
baru untuk memahami the new battle field.
·
Peranan pemimpin formal. Dalam
lingkungan bisnis yang stabil, pemimpin formal cenderung dominan dan menentukan
kemana arah organisasinya. Dalam lingkungan yang dinanis peminpin yang formal
belum tentu mewakili kesempurnaan. Kompleksitas lingkungan menuntut pengetahuan
yang sangat luas. Ditengah-tengah keterbatasan tersebut pemimpin harus mampu
memanfaatkan keahlian bawah-bawahannya (teammates).
Jadi pemimpin disini lebih berperan sebagai co-learners
yang bersama-sama dengan bawahan mengeksploitasi berbagai kemungkinan dan
menjawab tantangan-tantangan itu bersama.
·
Peranan pengikut. Dalam era pemimipin
formal, para pengikut relatif tidak memiliki suara, suaranya tenggelam dan
tidak terdengar bernada baik.
Terperangkat
Pandangan Masa Lalu
Mereka terperangkap dalam
pandangan-pandangan lama. Black & Gregeser (2002) menjelaskan itu dalam Strategic Change Matrix, suatu usaha
akan mati jika berada dalan bisnis yang salah (wrong business) dan membuat produk yang buruk (done poorly). Sebuah perusahan akan eksis kalau sebuah usaha yang
cermelang dikerjakan dengan sangat baik (done
well) dalam industri yang sedang tumbuh. Segala sesuatu yang bagus, dengan
margin yang besar, akan mendatangkan pesaing. Pesaing-pesaing ini selalu
mencari celah untuk masuk, dan bagi mereka cara yang baik adalah dengan
mendekonstruksi teknologi yang berlaku menggunakan teknologi baru yang dengan
cara-cara pemasaran yang baru. Pendekatan ini disebut ekonom Shumpeter sebagai creative destruction. Yaitu lahirnya
wirausaha-wirausaha baru yang kreatif dengan inovatif-inovatif baru, yang
mengdekonstruksi nilai-nilai hasil temuan yang lama.
Di indonesia, keberhasilan masa lalu juga
telah telah memerangkap kita tetap menekuni usaha yang sama berthaun-bertahun
tanpa inovasi.
Menyajikan
Kontras
The first
responsubility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In
between, the leader is servant.
Max De Pree
Penting sekali mengubah
pandangan-pandangan eksekutif dari waktu ke waktu. Perlu di tunjukkan kontras
secara sederhana seperti membedakan antara hitam dan putih. Hindari kompleksitas
dalam membandingkan. Tak dapat melakukan perubahan dengan menyajikan pelaku
dari semua bentuk karena pilihan yang luas akan menimbulkan cara berfikir yang
kompleks. Berfikir kompleks akan menimbulkan keletihan-keletihan yang akhirnya
menghalangi tindakan.