Selasa, 22 Mei 2012

Pembahasan "Seeing is Believing" or "Believing is Seeing"


Pengaruh prinsip-prinsip keimanan dalam beragama ternyata begitu mengakar kuat dalam manajemen-manajemen peurubahan. Prinsip-prinsip itu menekankan pentingnya “believe”  (percaya) untuk mampu melihat perubahan. Perubahan dalam banyak hal tidak mudah dibaca secara kasat mata. Sebagian besar melihat tapi yang lain tidak, sedangkan yang melihat saja belum tentu bergerak jika tidak percaya akan apa yang dilihatnya.
Dalam melakukan suatu perubahan jika pemimpinnya dapat dipercaya, tidak bias, berkarakter, punya keahlain khusus yang dihormati , dan menjalankan semua yang diucapkan maka bisa membangkitkan kepercayaan. Tetapi tidak begitu saja semua orang bisa percaya dengan mudah. Sebagian orang lain lebih percaya kepada pemimpin yang lebih lain dan sebagian lagi sangat kritis, percaya jika melihat bukti-bukti. Bukti bahwa perubahan itu baik adanya, pemimpin itu benar-benar tulus dan mempunyai, atau bukti-bukti bahwa perubahan yang dicanangkan berada pada “trek” yang benar. Artinya manusia butuh sesuatu yang konkret. “Seeing is believing” . Dengan begitu kita melihat ada sebuah “loop”  antara melihat dan percaya.
BELIEVING = COMMITTING
            Kita semua dapat berasil jika semua orang komit. Komitmen mendorong kepercayaan dan semangat bekerja. Tanpa ada komitmen tidak ada pergerakkan menuju perbaikan. Prinsip seperti ini hanya berlaku pada masyarakat altruistik , yaitu dengan masyarakat kerelaan berkorban yang besar, dengan nilai-nilai sosial yang kuat. Orang berani berkorban karena percaya pada orang-orang lain, bahwa merekapun berani berkorban.
            Kalau kepercayaan perusahaan sangat kuat ke dalam, dan masyarakat ini sudah terbiasa mengalami pasang surut, dengan pemimpin yang dipercayainnya maka komitmen akan mudah diraih.
            Masyarakat selfish, yaitu masyarakat yang mengedepankan tuntutan diri/kelompoknya masing-masing. Masyarakat ini cenderung penuh kecurigaan dan selalu dibayang-bayangi rasa takut kehilangan. Dalam masyarakat seperti ini sulit diperoleh komitmen secara cuma-cuma. Dengan kata lain, masyarakat tipe ini membutuhkan “reward” di muka, berupa bukti-bukti yang dapat mereka lihat, sebelum memberikan komitmennya. Dalam masyarakat ini, perubahan lebih sulit dilakukan karena mereka baru mau berubah jika ada bukti-bukti.
             Dalam masyarakat yang pluralistik semakin dibutuhkan bukti-bukti yang dapat dilihat untuk meyakinkan perubahan. Bahkan dalam masyarakat altruistik sekalipun, komitmen harus dapat dibangkitkan oleh orang-orang yang bisa memvisualkan perubahan-perubahan yang terjadi dengan lebih mudah diterima. Manusia memerlukan sesuatu yang konkret seperti pendekatan visual, diagram, story telling, dan sebagainya.
Anda Adalah Apa Yang Anda Percayai
            Selain pandangan (belief) tentang komitmen, keberhasilan perubahan juga ditandai oleh kepercayaan-kepercayaan lain yang melekat pada setiap individu. McLagan (2002) membedakan antara “old belief” (pandangan atau kepercayaan lama) dengan “new belief” (pandangan kepercayaan baru) yang berlaku manajemen perubahan. Untuk mendorong perubahan diperlukan pandangan-pandangan atau kepercayaan baru.
            Tugas eksekutif atau pemimpin untuk mengubah “old belief” menjadi “new belief”.
“Old Belief” dan “New Belief” dalam menciptakan perubahan:
·         Keadaan yang normal. Pandangan lama yang menyatakan normal itu adalah yang stabil. Dalam situasi yang stabil, segala sesuatu dapat diramalkan dan manusia bergerak secara linear. Di era baru ini dunia sudah tidak mengenal lagi istilah stabilitas. Informasi bergerak bebas, sulit dikendalikan. Bukan hanya manusia dan barang yang berpindah secara cepat, melainkan juga uang dan kekuasaan. Jadi yang disebut “normal” dalam era ini bukanlah stabil terus, melainkan juga suasana yang berubah. Kadang bergerak ke atas, lalu tiba-tiba turun lagi dalam waktu yang relatif cepat.
·         Resisten terhadap perubahan. Seperti komputer otak manusia sudah terprogram untuk melakukan hal-hal yang rutin dari waktu ke waktu. Kalau sesuatu diubah atau diambil tanpa sepengetahuannya, manusia bisa  mengalami suasana-suasana negatif dan emosional. Perasaan-perasaan ini dapat menghambat penerimaan, bahkan dapat menyabotase perubahan.
Dibutuhkan pandangan-pandangan baru yang melihat “resisten” sebagai sesuatu yang berbeda. Dalam pandangan baru itu, manusia sesungguhnya bisa disadarkan dan bisa diajak berubah, sepanjang kesadran itu datang dari dirinya.
·         Waktu untuk berubah. Pandangan-pandangan lama mengatakan kita harus menunggu sampai perubahan benar-benar tampak di depan mata, baru berubah (reative change). Selain itu perubahan harus dilakukan sesuai rencan. Artinya kita baru bergerak kalau sudah direncanakan. Menurut pandangan baru, perubahan telah terjadi sebelum direncanakan dan dikendalikan. Semua pihak bereaksi sendiri-sendiri, bahkan sebelum perubahan itu dikristalisasikan dan dapat dibaca secara resmi.
·         Gerakan perubahan. Pada waktu lingkungan bersifat ramah, pemerintah begitu kuat, independent variables cenderung terkendali. Pada masa itu, arah perubahan relatif dapat diduga karena dia bergerak secara linear. Dewasa ini, situasi telah berubah. Pemerintah sudah tidak sekuat dulu lagi, kekuasaan telah terdesentralisasi, pengawasan-pengawasan dari publik begitu kuat, dan persaingan terbuka lebar. Dalam playing field yang demikian, independent variables menjadi sangat luas dan bergerak liar. Maka arah perubahan tidak lagi linear melainkan sirkuler, berputar-putar membentuk siklus.
Orang yang berpandangan lama maka akan mengalami kesulitan memahami perubahan dewasa ini. Cara terbaik bagi mereka tentu saja adalah menggunakan cara berfikir yang baru untuk memahami the new battle field.
·         Peranan pemimpin formal. Dalam lingkungan bisnis yang stabil, pemimpin formal cenderung dominan dan menentukan kemana arah organisasinya. Dalam lingkungan yang dinanis peminpin yang formal belum tentu mewakili kesempurnaan. Kompleksitas lingkungan menuntut pengetahuan yang sangat luas. Ditengah-tengah keterbatasan tersebut pemimpin harus mampu memanfaatkan keahlian bawah-bawahannya (teammates). Jadi pemimpin disini lebih berperan sebagai co-learners yang bersama-sama dengan bawahan mengeksploitasi berbagai kemungkinan dan menjawab tantangan-tantangan itu bersama.
·         Peranan pengikut. Dalam era pemimipin formal, para pengikut relatif tidak memiliki suara, suaranya tenggelam dan tidak terdengar bernada baik.
Terperangkat Pandangan Masa Lalu
      Mereka terperangkap dalam pandangan-pandangan lama. Black & Gregeser (2002) menjelaskan itu dalam Strategic Change Matrix, suatu usaha akan mati jika berada dalan bisnis yang salah (wrong business) dan membuat produk yang buruk (done poorly). Sebuah perusahan akan eksis kalau sebuah usaha yang cermelang dikerjakan dengan sangat baik (done well) dalam industri yang sedang tumbuh. Segala sesuatu yang bagus, dengan margin yang besar, akan mendatangkan pesaing. Pesaing-pesaing ini selalu mencari celah untuk masuk, dan bagi mereka cara yang baik adalah dengan mendekonstruksi teknologi yang berlaku menggunakan teknologi baru yang dengan cara-cara pemasaran yang baru. Pendekatan ini disebut ekonom Shumpeter sebagai creative destruction. Yaitu lahirnya wirausaha-wirausaha baru yang kreatif dengan inovatif-inovatif baru, yang mengdekonstruksi nilai-nilai hasil temuan yang lama.
      Di indonesia, keberhasilan masa lalu juga telah telah memerangkap kita tetap menekuni usaha yang sama berthaun-bertahun tanpa inovasi.
Menyajikan Kontras
The first responsubility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between, the leader is servant.
Max De Pree
      Penting sekali mengubah pandangan-pandangan eksekutif dari waktu ke waktu. Perlu di tunjukkan kontras secara sederhana seperti membedakan antara hitam dan putih. Hindari kompleksitas dalam membandingkan. Tak dapat melakukan perubahan dengan menyajikan pelaku dari semua bentuk karena pilihan yang luas akan menimbulkan cara berfikir yang kompleks. Berfikir kompleks akan menimbulkan keletihan-keletihan yang akhirnya menghalangi tindakan. 

Senin, 21 Mei 2012

Kegiatan Kelompok 21 Mei 2012

Hari ini kami berkumpul sebentar setelah mata kuliah "Pengembangan Organisasi" di Ruang 12. Dalam kumpul kali ini kami membahas mengenai pengolahan blog yang sudah kelompok kami buat dan pembagian tugas setiap anggotanya. Pembagian tugas setiap kelompok adalah sebagai berikut :
1. Marya Ulfa dan Wenny Karmilyasari bagian mereview buku "change" bab 6.
2. Cahyo Aribowo dan Ainul Izzi bagian membuat power point'nya.
Begitulah hasil kumpul kelompok kami utuk hari ini. 

Tentang Kita


Kami terdiri dari orang-orang yang berbeda, tidak sepermainan dan hanya sekilas mengenal saja. Awalnya muncul keraguan dalam diri kami masing-masing untuk mampu berkerjasama dengan baik. Wenny dan Cahyo lebih mudah beradaptasi karena mereka merupakan teman sepermainan sehari-hari dan hampir di setiap tugas kelompok mereka menjadi satu tim, izzi juga merupakan satu angkatan dengan wenny dan cahyo tapi hanya sekedar mengenal saja dan jarang untuk berbincang-bincang bersama. Satu orang lagi kelompok kami, dia adalah angkatan 2008 yang bernama maria, seperti biasanya kami merasa agak canggung jika satu kelompok dengan angkatan atas. Memang aneh jika dipikir-pikir kenapa selalu saja merasa begitu, tapi kami yakin kalau kami bisa bekerjasama. dengan baik dan berkat tugas Pengembangan Organisasi kami bisa mengenal satu sama lain

"Seeing is Believing" atau "Believing is Seeing"

  • Pendahuluan :
Dalam pembahasan ini menjelaskan cara mengajak orang-orang yang tidak melihat agar melihat, percaya dan berkomitmen untuk mengadopsi perubahan. seorang pemimpin besar akan memisahkan betul, kelompok mana yang dengan cepat dapat mempercayai sebuah gerakan perubahan, dan kelompok mana yang dengan cepat dapat mempercayai sebuah gerakan perubahan, dan kelompok mana yang memerlukan bukti-bukti terlebih dahulu. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah untuk menyajikan kontras agar mereka bisamelihat dengan jelas. Teknik kontras adalah sebuah teknik yang sangat penting dalam merumuskan perubahan, dan membawa orang-orang yang terlalu percaya dengan sukses masa lalunya untuk berubah. Demikian pula dengan teknik yang sedikit lebih "mahal", "inescapable experince", yaitu sebuah teknik yang membawa para pelaku utama untuk melihat sendiri secara langsung apa yang sesungguhnya tengah terjadi.

Minggu, 20 Mei 2012

Anggota Blog

1. Marya Ulfa

2. Ainul Izzi

3. Cahyo Aribowo

4. Wenny Karmilyasari

Kami adalah anggota kelompok tugas "pengembangan organisasi" BAB 6 dengan judul buku CHANGE.